1. Tentukan tujuan jangka panjang Analis
keuangan dari perceraian, Sandy Arons, mengatakan, tak pernah ada momen atau
waktu yang benar-benar tepat untuk dua orang menikah, maupun memiliki anak.
Yang terpenting, kata Arons, adalah bagaimana merencanakannya dengan baik.
Sebelum memiliki anak, pikirkan dengan baik tujuan jangka panjang Anda dengan
pasangan. Jangan sampai suatu ketika Anda menyalahkan anak Anda karena ada satu
tujuan hidup yang tak tercapai.
2. Menyamakan visi dengan pasangan Coba tanyakan dulu pada pasangan Anda, apakah dia saat ini sudah ada tabungan yang cukup untuk membesarkan anak. Tanyai pula diri Anda sendiri, apakah 1-3 tahun ke depan masih berhasrat naik jabatan, atau rela melepasnya jika suatu ketika memiliki anak. Negosiasi Anda dengan pasangan penting, karena calon anak Anda memerlukan perhatian soal kesejahteraan.
3. Tidak mempermasalahkan jenis kelamin Anda tentu sering mendengar calon orangtua yang mengatakan mereka tak mempersoalkan jenis kelamin anaknya kelak, kan? Menurut Arons, tidak mementingkan jenis kelamin si bayi adalah salah satu sinyal seseorang sudah siap memiliki anak.
4. Memperhatikan jam biologis Jam biologis di sini adalah kesiapan seseorang secara mental untuk menerima kehadiran anak pertama, maupun anak berikutnya. Mengapa penting, karena jam biologis berpengaruh terhadap kemampuan orang tua dalam mengasuh dan membesarkan anak. Jangan sampai, kata Arons, Anda tidak siap karena hamil di usia 45 tahun.
5. Pastikan hubungan Anda sudah siap menerima kehadiran bayi Jangan lupakan fakta bahwa kehadiran bayi, selain membuat pasangan baru lebih bahagia, juga bisa memicu cekcok. Apalagi jika sejak awal si perempuan dengan pasangannya tidak kompak membesarkan anak mereka bersama-sama. Jangan pula menjadikan kehadiran bayi sebagai cara memperbaiki hubungan Anda dengan suami.
6. Alasan Anda memiliki anak tepat Motivasi orang memiliki anak beragam. Ada yang memang benar-benar menginginkannya, ingin memberi adik untuk putra pertama mereka, atau ada pula yang merasa tertekan oleh desakan lingkungan. Alasan terakhir dinilai tak layak Anda jadikan pegangan, karena akan membuat Anda seolah terobsesi pada bayi, bukan sungguh-sungguh menginginkannya.
2. Menyamakan visi dengan pasangan Coba tanyakan dulu pada pasangan Anda, apakah dia saat ini sudah ada tabungan yang cukup untuk membesarkan anak. Tanyai pula diri Anda sendiri, apakah 1-3 tahun ke depan masih berhasrat naik jabatan, atau rela melepasnya jika suatu ketika memiliki anak. Negosiasi Anda dengan pasangan penting, karena calon anak Anda memerlukan perhatian soal kesejahteraan.
3. Tidak mempermasalahkan jenis kelamin Anda tentu sering mendengar calon orangtua yang mengatakan mereka tak mempersoalkan jenis kelamin anaknya kelak, kan? Menurut Arons, tidak mementingkan jenis kelamin si bayi adalah salah satu sinyal seseorang sudah siap memiliki anak.
4. Memperhatikan jam biologis Jam biologis di sini adalah kesiapan seseorang secara mental untuk menerima kehadiran anak pertama, maupun anak berikutnya. Mengapa penting, karena jam biologis berpengaruh terhadap kemampuan orang tua dalam mengasuh dan membesarkan anak. Jangan sampai, kata Arons, Anda tidak siap karena hamil di usia 45 tahun.
5. Pastikan hubungan Anda sudah siap menerima kehadiran bayi Jangan lupakan fakta bahwa kehadiran bayi, selain membuat pasangan baru lebih bahagia, juga bisa memicu cekcok. Apalagi jika sejak awal si perempuan dengan pasangannya tidak kompak membesarkan anak mereka bersama-sama. Jangan pula menjadikan kehadiran bayi sebagai cara memperbaiki hubungan Anda dengan suami.
6. Alasan Anda memiliki anak tepat Motivasi orang memiliki anak beragam. Ada yang memang benar-benar menginginkannya, ingin memberi adik untuk putra pertama mereka, atau ada pula yang merasa tertekan oleh desakan lingkungan. Alasan terakhir dinilai tak layak Anda jadikan pegangan, karena akan membuat Anda seolah terobsesi pada bayi, bukan sungguh-sungguh menginginkannya.
Sumber :
www.tempo.co/read/news/2013/05/03/205477783/6-Hal-Sebelum-Putuskan-Memiliki-Anak
Tags:
Kesehatan