Nomor Satu adalah Ayahku, Kalau Ibu......

Usia 10 tahun ternyata menjadi awal paling berkesan dalam hidup Echa. Di saat itulah, dia mulai menunjukkan kiprahnya. Bahwa dia bisa berprestasi dan mencapai impiannya. Ketika itu, anak semata wayangku ini mulai rajin mengikuti perlombaan adzan dan sejenisnya. Baru sekali ikut lomba, ia langsung menyabet juara 1.
Walau prestasi itu masih tingkat kecamatan, Echa sungguh bahagia. Sebab, keinginannya untuk mendapatkan juara akhirnya tercapai. Ketika Echa masih 7 tahun, dia pernah mengatakan kepada saya bahwa dia sangat ingin memegang piala dan berdiri di atas panggung atas prestasinya.
“Bu, aku pingin punya piala sendiri,” ujarnya sembari merajuk. Aku yang tak tega melihat wajahnya memelas, iseng-iseng berkata padanya,
“Ya udah, besok dibeliin ibu piala ya, biar Echa punya,” ucapku kala itu. Tak disangka, Echa langsung menimpali ucapanku dengan penuh semangat.
“Lhooo, bukan beli bu. Tapi…menang lomba, terus aku berdiri di atas panggung itu dan mendapat piala, terus difoto,” katanya. Kebetulan percakapan itu terjadi ketika aku mengajak Echa dalam sebuah event kompetisi yang digelar oleh instansi dimana aku bekerja. Aku yang berkali-kali menjadi komite di event tersebut, tentu merasa gembira dengan ucapan Echa.
Bisa jadi, seringnya Aku mengajak Echa di event tersebut, membuat ia termotivasi untuk berkompetisi. Kembali pada pengalaman pertama Echa mengikuti lomba adzan dan akhirnya mendapat gelar juara 1.
“Aku senang sekali bu,” ujar Echa kala itu. Tak-henti-hentinya Echa memandangi piala hasil dari usahanya tersebut. Dibanding ibu-ibu yang lain, mungkin aku termasuk orang tua yang tak pernah memaksa anak untuk mengikuti kegiatan tertentu. Aku hanya menunjukkan dan memberi motivasi. Aku tak ingin anakku melakukan sesuatu karena aku, melainkan kerena keinginannya sendiri. Menang juara 1 Lomba adzan, Echa pun tak mau tinggal diam.
Aku pun menunjukkan informasi bahwa ada lomba adzan lagi. Echa pun antusias ingin ikut lagi. Di lomba kedua inilah, Echa kemudian menyabet juara 2 dengan hadiah yang luar biasa. Ukuran tropi yang lumayan besar dan hadiah uang tunai yang lumayan besar pula untuknya. Senang, bangga dan bahagia. Tentu saja itulah yang dirasakan Echa.
Tak henti-hentinya dia memandangi piala dan piagam penghargaan itu. Bahkan, ketika usai pembagian tropi dan piagam dia atas panggung, Echa tak rela jika tropi dan piagam itu dipegang orang lain. Walhasil, selama perjalanan dari lokasi lomba hingga tempat parkir yang cukup jauh, Echa menenteng sendiri piala kebanggaannya tersebut. Selama di mobil dan perjalanan ke rumah pun, piala yang cukup besar tetap dipegang erat dalam genggamannya.
Tapi, bukan itu yang sebenarnya ingin saya ceritakan. Hmmm… Jika boleh curhat sedikit, sebagai ibu, saya tentu sangat bangga kepada anak saya. Prestasi yang sudah diukirnya benar-benar membuat hati saya berdegup kencang karena bahagianya. Dalam hati, sempat berbisik syukur bahwa saya tak rugi telah membuat anak saya menjadi berprestasi. Hehe, mungkin itulah pikiran Ge-Er saya saat itu.
Namun, pikiran ge-er itu seolah buyar ketika tiba-tiba Echa nyeletuk di depan saya sambil mengelus-elus piala kebanggannya tersebut.
“Aku senang sekali bu. Alhamdulillah ya Bu, aku juara satu. Aku berterima kasih sama Ayah. Ayah memang nomer satu. Yang ngajarin aku jadi juara ya buk ya,” katanya.
Ups…ternyata apa yang kupikirkan belum tentu sama dengan yang dianggap anakku. Dalam hati aku sempat terbersit kecewa. Duh, ternyata aku gak dianggap nomer satu oleh anak kesayanganku ini. Namun, di sisi lain, aku justru tersenyum-senyum sendiri.
Mungkin sebagai ibu aku tak seharusnya punya pikiran macam-macam seperti itu. Bukankah tugas ibu memang mendidik anak dengan baik tanpa harus meminta untuk dianggap hebat oleh anaknya. Dan setiap anak punya cara tersendiri untuk merasa kedua orang tuanya memang patut dibanggakan. Dan yang membuataku tetap bahagia adalah, walau anakku mengatakan ayahku nomer satu, namun rasa sayang anakku terhadap ibunya tak pernah luntur.
Buktinya, dibanding dengan ayahnya, anakku justru mengaku lebih dekat denganku daripada ayahnya. Ini terbukti, dia lebih suka aku peluk, daripada dipeluk ayahnya. Hehe.. **@aimeeharis

Admin

Sebatas Catatan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Iklan di tengah Postingan 2